Kripik Gadung Makanan Olahan Tradisional

21 Sep

 

gadung-1.jpg

Kripik  gadung, oleh Pemkab Kuningan dinyatakan sebagai  makanan khas daerah. Hal itu diperlihatkan, baik melalui leaflet, booklet atau pembicaraan dari mulut ke mulut. Kripik gadung rasanya gurih  membuat kita terjebak untuk selalu mengunyahnya dalam jumlah  tak terbatas.

Sebagai  makanan khas tentunya pihak Pemkab seyogyanya  melakukan penelitian terhadap gadung, pasalnya dalam kegurihannya menyimpan selaksa  racun  yang dapat memabukan orang. Tidak  sedikit  orang yang  mabuk gadung, gara-gara ia tidak bias menghentikan  melahap gadung. Padahal kripik gadung mempunyai pasar potensial, selama ini  yang menyerap  penganan  itu adalah Jakarta, Bandung, serta  Semarang atau  Jawa  Tengah. Setiap tahunnya, para petani gadung  di  Kel. Citangtu  dapat menjual kripik gadung siap saji sekira 100 –  150 ton/sekali musim panen. Harganya pun menjanjikan sekira Rp. 6.000/Kg, tidak kalah  dengan harga  padi, singkong, ubi jalar maupun buah-buahan. Potensi  ini elum  sepenuhnya mendapat perhatian Pemkab, pasalnya pengolahan masih dilakukan secara sederhana, mambutuhkan proses secara  baik dan benar guna menghilangkan racunnya.

 

 

 

Jika terus dibiarkan  maka makanan  khas  ini lama-lama akan memudar karena konsumen  takut keracunan. Gadung,  merupakan  tanaman  merambat  sejenis umbi-umbian,  tak ubahnya ubi jalar. Tanaman gadung tangkainya berduri dan merambat pada tonggak atau pohon, sedangkan buahnya berwarna putih seperti bengkuang dan daunnya berbulu halus seperti labuh.

 

Tanaman  gadung tidak mengenal musim tanam, pasalnya bisa  kapan saja  dan  dimana saja. Ada yang menanam di kebun, huma,  maupun sawah, namun tidak pernah dijadikan tanaman pokok, hanya  sekedar tumpang  sari.  Selain  cara menanamnya  mudah,  juga memberikan penghasilan tambahan bagi para petani.

 

Seperti  diutarakan  oleh Ruswa (45) warga  Kel. Citangtu,  Kec. Kuningan,  hampir seluruh masyarakat menanam gadung  dengan  cara  tumpang sari. Tanaman pokoknya adalah palawija, karena tanah yang dimiliki  oleh warga setempat bukan areal pesawahan teknis  namun huma.  Misalnya,  satu lahan huma bisa  ditanami beberapa  jenis tanaman seperti singkong, ubi jalar, padi ketan, kacang-kacangan serta  gadung. Selama ini, warga setempat tetap setia terhadap budidaya  gadung, tutur  Ruswa,  pasalnya ada anggapan tanaman  tersebut  merupakan warisan nenek moyang yang turut mengusir penjajah. Sewaktu  jaman Belanda,  Kel.  Citangtu merupakan  basis persembunyian  Tentara Indonesia (TI)  yang ada di Kab. Kuningan, saat itu mereka selalu diburu Tentara Belanda.

 

Setiap  kali  diburu, mereka selalu menyamar jadi petani  dengan cara  mencangkul  atau  membabat  rumput.  Saat Tentara  Belanda datang,  disambut  oleh sikap  seolah-olah  gembira, disuguhinya minuman  serta  penganan. Nah, penganan  yang disuguhkan  kepada Tentara Belanda yakni gadung rebus.

 

 

Bagi  orang awam, gadung yang direbus saat dimakan sangat  gurih  dan  lejat sehingga kerap orang lupa diri dan  melahapnya  tanpa perhitungan. Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan didera pusing  kepala  tujuh keliling atau biasa disebut mabuk  gadung.

 

Tentara  Belanda  tidak mengetahui dampak  makanan  itu  sehingga melahap sekenyangnya. Setelah melahap dalam jumlah banyak,  tidak menunggu  berjam-jam  mereka  pun mabuk.  Saat  mabuk itulah  TI menghabisi  mereka. Lebih  lanjut Ruswa memaparkan, banyak sarjana di daerahnya  yang lahir  dari  kripik  gadung, maksudnya mereka disekolahkan  oleh orang  tuanya yang dibiayai hasil penjualan kripik gadung.  Meski harga   penjualan   cukup  tinggi,  namun   proses pembuatannya memerlukan waktu lama sekira 6 hari.

 

“Setelah  diiris kecil-kecil, tebalnya sekira  3 mili,  gadung diberi  abu  gosok  dan didiamkan selama 1  malam. Setelah  itu, dijemur selama 2 hari, kemudian direndam oleh air selama 2  hari, kembali  dijemur 1 hari. Pengolahan terakhir direbus, ditiriskan dan kripik gadung siap dijual atau digoreng. ” tutur Ruswa.

 

Tujuan dari pengolahan itu, kata Ruswa, untuk menghilangkan racun dari  gadung.  Setelah diproses agak lama, racun  memabukan  yang kerap  menghantui konsumen akan sirna. Kami menjamin tidak  akan mabuk gadung, sebab pernah dirasakan oleh kami mabuk gadung tidak enak. Pusingnya saja tidak bisa hilang satu atau tiga hari, namun tidak   pernah  ada  yang  meninggal  gara-gara  mabuk   gadung. ***

2 Tanggapan to “Kripik Gadung Makanan Olahan Tradisional”

  1. banin_it Juli 23, 2011 pada 4:28 am #

    Mohon, yang produksi gadung. Dimasak yang bener ya…hehe ane lagi mabuk gadung nih. padahal gak banyak lho makannya. Push+Ing serasa di bus kota nih…

  2. Syamsul Agustus 7, 2011 pada 1:02 am #

    Bagaimana supaya gadung lebih renyah?

Tinggalkan komentar